Pekak Badak

Pekak Badak, 2015 | Sound Installation

————————————————————–

Latar Belakang / Background

Pesatnya perkembangan teknologi dan pertumbuhan penduduk dewasa ini membuat polusi suara lebih banyak dihasilkan oleh kegiatan manusia sehari-hari. Secara tidak langsung, pencemaran suara bisa mempengaruhi kesehatan fisik dan juga psikologis manusia seperti terganggunya jam tidur, naiknya tingkat stress, hipertensi, hingga berkurangnya kepekaan telinga atau tuli—disebut Gangguan Pendengaran Akibat Bising (GPAB).

GPAB terjadi karena kerusakan atau matinya sel-sel rambut pada membran basilar (yang merupakan dasar sel-sel sensorik untuk pendengaran). Tidak seperti burung dan amfibi, kerusakan atau matinya sel-sel rambut bersifat permanen pada mamalia (termasuk manusia). Hingga saat ini, belum ada teknologi yang mampu menumbuhkan kembali sel-sel rambut tersebut. Maka dari itu, satu-satunya cara menjaga kepekaan indra pendengaran kita adalah mengenali bebunyian yang ada di sekitar kita dan mengetahui dayanya.

Bayangkan apabila ada perekam bunyi di Simpang Sudirman semenjak Indonesia merdeka! Kita akan bisa mendengar bedanya bunyi jalanan dahulu dan sekarang… Derap langkah kaki manusia-manusia yang bersemangat, kicauan burung, dan hembusan angin pasti masih terdengar jelas pada rekaman seputar 1945. Mencekamnya lalu lintas truk yang mengangkut pejuang, korban, maupun pengungsi pada 1965. Juga luapan emosi dalam derap langkah para demonstran 1998.

Ruang kota di mana kita hidup dipenuhi dengan ragam bunyi yang saking seringnya kita dengar tak lagi kita simak. Padahal, di antara deru knalpot kendaraan bermotor, sesahutan klakson yang frustasi karena lalu lintas tersendat, dan suara pengamen, ada bebunyian yang khusus di setiap ruang hidup kita. Sebagai makhluk mekanosensitif, berupaya mendengarkan bebunyian di tengah polusi suara di lingkungan kita akan melatih kepekaan telinga kita.

Pekak_Badak_04