Besar ≠ Panjang

Besar tidak sama panjang

 

Besar ≠ Panjang (Besar tidak sama dengan panjang)

Ada dua hal yang saya pikirkan berkenaan dengan apa yang kita sebut sebagai Monumen Nasional yang disingkat menjadi Monas. Pertama sebutan itu lebih tepat untuk menyatakan status ketimbang penyebutan nama. Contohnya bisa kita perhatikan melalui Jalan Jendral Sudirman. Namanya diambil dari seorang Jendral bernama Sudirman, seorang pahlawan nasional dan statusnya adalah jalan nasional. Untuk urusan jalan statusnya telah diatur dalam undang-undang dan dibagi dalam beberapa kategori, nasional, provinsi, kabupaten, kota, dan desa. Status ini menentukan siapa yang bertanggung jawab untuk mengelolanya. Belajar dari jalan, monumen nasional kita meski sudah berdiri lebih dari setengah abad namun masih belum memiliki nama. Tak bernama pun sudah dicitrakan untuk memperingati, menggambarkan atau mencerminkan nilai kenasionalan bangsa ini.

Kedua, besaran bentuknya. Dasar pemikirannya diambil dari falsafah linggam dan yoni. Lingga mewakili unsur maskulin, dan yoni mewakili unsur feminim. Bersatunya lingga dan yoni melahirkan sesuatu yang baru yang sarat akan penciptaan, menandakan kesuburan, dan keberlanjutan. Namun, pada prakteknya ukuran lingga mendominasi pandangan mata kita dari kejauhan. Sehingga yang lebih terlihat itu hanya lingganya. Ironisnya ini adalah rancangan terbaik setelah melalui ratusan rancangan yang didapat melalui sayembara terbuka yang diadakan oleh Panitia Monumen Nasional yang diketuai oleh Presiden republik ini. Dan ini merupakan satu-satunya rancangan  yang sesuai dengan dengan cita-cita Bung Karno yang ingin menunjukkan kebesaran sebuah bangsa dari sebuah monumen.

Berdasarkan dua poin di atas, dengan karya ini saya ingin mengajukan rancangan saya untuk dijadikan pembanding dari satu-satunya monumen nasional yang ada di negeri ini. Sebagai sebuah upaya untuk menunjukkan kepedulian saya terhadap cita-cita kita bersama menjadi bangsa yang besar, bukan yang panjang.

Thanks!